Hari
itu tepat hari Ahad tanggal 1 Syawal 1439H. Masih dalam suasana Ied Fitri. Pagi
itu sekitaran jam 9.00 pagi hari saya meninggalkan rumah sendirian. Bukan
karena pengen sendirian, tapi karena memang belum menemukan partner in crime
yang sehati untuk bepergian kemana-mana. Kalau waktu kuliah di Jogja mah, pasti
ada saja partner in crime yang siap 24 jam diangkut kemana saja.
Sebelum
meninggalkan rumah, ku tak lupa mengeset pengukur jarak motorku ke posisi Nol. Sebenarnya
belum pasti mau kemana. Namun ku tetap saja mantap ingin keluar rumah, nanti
dalam perjalanan baru difikirkan mau kemana. Dibenakku ada 2 tempat yang ingin
ku kunjungi, yaitu Hutan Pinus Sorombipi di Kolaka Timur dan TWA Kea- Kea Mangolo.
Namun, tepat di pertigaan Sabilambo, ku memutuskan untuk ke Kea- Kea saja,
karena Sorombipi lumayan jauh dan saya adalah tipikal orang yang tidak bisa
berkendara lama sendirian. Selain itu, destinasi ini sudah lama ingin sekali
saya kunjungi bersama teman-teman, namun tak ada yang keturusan karena itu
semua hanya planning.
Jalanan
di Kolaka pada saat itu cukup lengang. Sangat sedikit kendaraan yang lalu
lalang. Kebanyakan adalah pengendara motor yang berusia remaja serta mobil pick
up yang dipenuhi penumpang liar yang tampaknya mereka ingin berekreasi, entah
ke Kea-Kea ataupun beberapa destinasi wisata laut yang ada di Kolaka.
Karena
saya tidak mengetahui lokasi yang ingin saya tuju, maka satu-satunya cara
adalah menguntiti gerombolan motor yang memiliki ciri-ciri akan ke Kea- Kea. Kurang
lebih 7km ke arah utara Kolaka, tibalah saya di pertigaan yang mengarah ke
Kelurahan Ulunggolaka, Kec. Latambaga. Kupun berbelok kearah kanan. Lima KM
jalanannya mulus beraspal. Namun setelah itu, maka kita akan menemukan jalanan
yang sementara mengalami pengerasan, berbatu. Namun tenang saja jalanannya
masih aman untuk dilalui kendaraan. Jalanan yang mengalami pengerasan ini
berjarak 5 KM menuju lokasi Wisata Kea-Kea. Jadi, kalau ingin dihitung, jarak
lokasi Wisata Kea-Kea dari Kota Kolaka adalah kurang lebih 17 KM.
Hal yang perlu dicatet, kondisi jalanan yang mengalami pengerasan ini (Non-Aspal) ada yang menanjak dan ada yang menurun. So, pastikan kendaraan anda memiliki kampas rem yang cukup. Bagi yang berkendara roda dua, sebaiknya menyediakan masker (penutup mulut dan hidung loh ya, bukan masker bengkoang untuk wajah) karena disepanjang jalan anda akan bermandikan abu dan debu. Namun sekali lagi, tenang saja, kondisi jalanannya aman serta lumayan cukup untuk dilewati kendaraan roda 4 apabila sedang berpas-pasan. Namun, karena saya bukanlah seorang biker sejati, tangan saya merah dan pegal gara-gara harus menahan goncangan stir serta menekan pedal koplin dan rem untuk mengatur laju kendaraan pada saat turunan dan tanjakan.
Di
pos jaga, kurang lebih 1 KM sebelum lokasi permandian, maka anda akan dikenakan
tarif Rp. 5000 per kepala orang dewasa. Sedangkan anak-anak tidak dikenakan tarif
sama sekali. So, bagi kalian yang bertubuh mungil, bisa coba-coba mengaku anak-
anak. Siapa tahu anda tidak dikenakan tarif masuk karena disangka anak-anak.
Itu baru masuk lokasi Wisata. Apabila anda membawa kendaraan roda 2, maka akan
dikenakan tarif parkir sebesar Rp. 5000,- sedangkan roda 4 sebesar Rp. 10.000,-.
Kalau bus tronton saya jamin gratis, kalau tronton anda bisa sampai di lokasi
dengan selamat.
Well,
sampailah kita di lokasi pariwisatanya. Untuk tataran Kolaka, saya acungi
jempol dah untuk tukang parkirnya. Mereka betul-betul mengarahkan kendaraan
dengan baik. Tak seperti di tempat parkir lain, biasanya hanya memungut tarif parkir,
tapi tidak mengarahkan kendaraanya dengan baik. Pas mau keluar juga, tidak
membantu pengendara untuk mengeluarkan kendaraanya.
My
first impression dari Lokasinya ‘asri’. Ya, moga-moga saja asri selamanya
karena ini merupakan object wisata baru di Kolaka. Dari tempat parkir,
kelihatan banyak pepohonan tinggi serta puluhan gazebo yang bisa digunakan
untuk beristirahat. Untuk sewa Gazebonya dikenakan tarif Rp. 20.000,- untuk
sekali kunjung. Disamping gazebo, disana juga ada sebuah aula yang cukup luas.
Lumayan untuk digunakan sebagai lokasi seminar atau pelatihan. Ada juga
beberapa rumah, mungkin bisa digunakan sebagai Villa menginap disana. Satu lagi
fasilitas nya, yaitu Fying fox. Flying foxnya gak terlalu tinggi dan jauh. Dia
hanya meluncur dari atas bukit, dan terjun ke bawah. Mungkin jaraknya
300meteran. Tapi lumayan lah buat kalian yang baru pertama kali mencoba flying
fox. Sekali meluncur, anda akan dikenakan tariff Rp.10.000,- baik dewasa maupun
anak-anak. Tapi harga Rp.10.000,- saya tidak tahu sudah include asuransi kecelakaan
atau tidak. Tapi anda sudah difasilitasi dengan safety aids berupa helm dan
harness. Aspirin tidak disediakan ya, jadi tolong bawa aspirin dari rumah bagi
yang punya riwayat asma.
Karena
saya adalah makhluk yang phobia ketinggian, jadi saya hanya menikmati terikan
para pengguna flying fox. Lucu saja lihatnya, katanya takut-takut. Tapi tetap
aja nekat. Ada yang sampai-sampai buka sepatu. Ada yang istigfar seperti itu
adalah hidup terakhirnya. Mungkin ke depannya pihak pengelola juga bisa membuka
jasa pembuatan surat wasiat bermaterai buat para pengguna flying fox.
Disamping
fliying fox, disana juga telah difasilitasi dengan beberapa ayunan seperti di
taman kanak-kanak. Cocok buat emak-emak yang membawa anak-anak kalau anaknya
belum mahir berenang di sungai. Well, now let’s move to the main business.
Lokasi permandiannya terletak disebelah kanan parkiran. Sebuah sungai yang
airnya jernih dan dingin mengalir dengan tenang. Arusnya tak terlalu deras
sehingga tidak akan menghanyutkan anak-anak seumuran SD. Kalau bayi, mungkin
anda bisa mencobanya sendiri. Sungainya banyak dipenuhi oleh bebatuan. Anda
bisa menyusuri sungainya menuju hulu kalau berani. Tapi saya tidak tahu, untuk
mencapai hulunya butuh berapa lama. Airnya pun tak terlalu dalam. Yang uniknya
adalah beberapa lokasi dipinggiran sungai, anda bisa menikmati sumber air
panas. Airnya tak panas amat hingga bisa membuat kulit anda melepuh. Apabila
anda kedinginan selepas mandi di sungai, bisalah anda menghangatkan badan di
sumber air panas tersebut. Jangan dibayangkan sumber air panas tersebut bisa
menghasilkan air yang bisa digunakan berendam ya. Air panasnya hanya bisa
digunakan untuk membasuh badan menggunakan gelas-gelas plastik karena sumber
airnya hanya berupa mata air kecil.
Karena
saya tidak membawa pakaian ganti, jadi saya hanya duduk-duduk di pinggiran
sungai di atas batu besar sambil membaca buku ditemani beberapa cemilan ringan
yang saya bawa dari rumah. Eits, karena saya orangnya cinta lingkungan,
sampah-sampah saya saya taruh di dalam tas dan dibuang di tempat sampah. Tapi
yang namanya manusia, pasti aja ada yang bebal kepalanya. Entah gak pernah
diajarin di sekolah atau gimana. Potongan makanan ringan dan botol minumannya
dibiarkan berserakan di pinggiran sungai. Belum lagi sisa-sisa bungkusan
shampoo dan kantong plastik yang ketinggalan. Please, be clever. Yang bikin
jijik malah ada beberapa potongan popok bayi yang dibuang dipinggir sungai.
Kalau seperti ini mental para pengunjungnya, kealamiahan sungai ini pasti
bakalan pupus.
Sumpah,
ternyata masih ada makhluk-makhluk seperti ini yang disisain Hitler di muka
bumi ini. Padahal disana sudah ditulis dengan jelas, jaga kebersihan. Tempat
sampah juga sudah disediakan. Tapi tetep aja, gak bisa membaca. Entah mereka
bisa membaca, tapi gak faham sama apa yang dibaca. Pihak yang berwenang, tolong
makhluk-makhluk seperti itu ditangkap dan dibina. Atau gak, dijadikan duta
lingkungan hidup (INDONESIA BINGITS).
Keindahan
alamnya bisa saya nikmati selama 2 jam. Lumayan, tuk menghilangkan penat. Saya
bergegas-gegas pulang karena dekat parkiran ada polusi suara (Orang nyetel musik
dangdut keras-keras). Dikiranya saya kesini tuk dangdutan ria, padahal kita
kesini cuman ingin mencari suara alam. Kalau dangdut pak, saya gak usah
jauh-jauh ninggalin rumah.
Buat
yang muslim, jangan khawatir karena disana juga telah difasilitasi dengan
sebuah Mushollah, lengkap dengan sejadah, sarung, dan mukena. Buat yang over
steril alias jijian, silahkan bawa sendiri perlengkapan solatnya dari rumah ya,
karena pastinya anda tidak mau menggunakan yang sudah dipakai banyak orang.
Apalagi udah bau apek dan jamuran. Namun buat kalian yang over simple, gak mau
rempong bawa ini itu, bisa menggunakan peralatan solat yang ada. Dijamin
halalan toyyiban.
Bagi
yang kebelet juga jangan khawatir, mau nyemplung di sungai boleh, mau pakai
toilet juga boleh. Tapi kalau mau pakai toilet, silah rogoh kocek Rp. 2000,-
tuk uang kebersihan. Toiletnya bisa juga digunakan sebagai tempat salin pakaian
bagi yang malu-malu salin pakaian di alam bebas. Bagi yang bawa duit pas-pas an
mending salin pakaian di pinggir sungai saja. Nanti anda akan merasakan sensasi
seperti bidadari kayangan yang lagi mandi di sungai, diintipin banyak pasang
mata.
Untuk
jam kunjungnya saya kurang tahu mulai jam berapa hingga jam berapa. Yang
pastinya, sore jam 4 sepertinya masih buka. Anda bisa mandi sepuas-puasnya
sampai menggigil. Untuk namanya sendiri, saya agak bingung sih, ada yang
menyebutnya Kea- Kea, tapi di karcis masuknya tertulis TWA Mangolo. Silahkan
digunakan buat guide bagi anda yang ingin berkunjung ke tempat ini. Enjoy your
journey.
Thank
you for reading.